Artikel


  • Iwan Sutardi Budi Santoso, ST. MT.
  • 31 Desember 2015 - 10:35:42

URGENSI PENYELENGGARAAN DATA SPASIAL

Abstrak

Pengelolaan sistem basis data spasial akan mencakup kelembagaan, kumpulan data dasar spasial (berikut standar-standar teknis), teknologi, peraturan perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan, serta sumber daya manusia yang diperlukan untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan, mendistribusikan dan meningkatkan kemanfaatan data spasial. Sebagaimana pada Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN), infrastruktur data spasial daerahpun dituntut keandalannya melalui peningkatan kualitas : tepat, akurat, mudah, cepat, aman dan mudah dalam perolehan, pengolahan, pengelolaan dan perolehannya. Mengamati kondisi yang ada dapat disimpulkan bahwa Daerah-daerah di Indonesia pada umumnya masih belum dan barangkali masih jauh dari kondisi penerapan teknologi SIG secara ideal. Menyadari hal ini, maka jaringan kerja atau komunikasi perlu direalisasikan dalam rangka peningkatan keandalan infrastruktur sendiri maupun peran semua pihak termasuk komunitas. Disamping itu, perlu adanya keterpaduan dalam rangka penyediaan data dan informasi agar lebih efisien. Dalam kasus ini, instansi-instansi/lembaga dapat melakukan sharing dan tukar data/informasi tanpa harus menyediakannya sendiri secara keseluruhannya.

Kata Kunci : Data Spasial

1 Pendahuluan

“The real world is infinitely complex”,(Zhou, 1995).

Suatu basis data spasial memperlihatkan tampilan tertentu dari kondisi permukaan bumi. Media basis data dipakai oleh para pengguna untuk melihat permukaan bumi alam nyata. Oleh karenanya, pengukuran-pengukuran dan sampel bagi keperluan basis data harus dijaga agar selengkap dan se-akurat mungkin untuk menggambarkan alam nyata tersebut.

Di Indonesia penyelenggaraan basis data spasial spasial menurut Undang-Undang No 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial menjadi tanggung jawab Pemerintah. Ketersediaan basis data spasial (informasi spasial) dasar diamanatkan kepada Badan Informasi Geospasial (BIG) melalui Undang-Undang No.4 Tahun 2011 dimaksud. Latar belakang yang selanjutnya menjadi konsideran dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 adalah : (1). bahwa dalam mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya serta penanggulangan bencana dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan wilayah yurisdiksinya diperlukan informasi geospasial; (2). agar informasi geospasial dapat terselenggara dengan tertib, terpadu, berhasil guna, dan berdaya guna sehingga terjamin keakuratan, kemutakhiran, dan kepastian hukum.

Penyelenggaraan suatu sistem basis data spasial mencakup kelembagaan, kumpulan data dasar spasial (berikut standar-standar teknis), teknologi, peraturan perundang-undangan dan kebijakan-kebijakan, serta sumber daya manusia yang diperlukan untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan,mendistribusikan dan meningkatkan kemanfaatan data spasial. Sebagaimana pada Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN), infrastruktur data spasial daerahpun dituntut keandalannya melalui peningkatan kualitas : tepat, akurat, mudah, cepat, aman dan mudah dalam perolehan, pengolahan, pengelolaan dan perolehannya.

Sejauh mana tuntutan tersebut telah kita capai sejalan dengan kemajuan perkembangan teknologi geoinformasi yang menawarkan kepada kita Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan fasilitas-fasilitas dan kemampuannya untuk dapat digunakan dalam berbagai fungsi dan aplikasi ? Sementara pada saat ini SIG telah banyak digunakan di berbagai negara secara efektif. Secara ideal, apa yang telah ditawarkan oleh hasil kemajuan perkembangan ilmu dan teknologi semestinya dapat dimanfaatkan secara "optimal". Adakah kendala dan permasalahan yang mendasar dalam rangka memenuhi pemanfaatan secara optimal terhadap pembangunan sistem basis data spasial ?
Terkait dengan hal-hal diatas, tulisan ini mencoba memberikan gambaran ringkas mengenai kondisi infrastruktur data spasial di DIY. Dalam tulisan ini dicoba digali permasalahan-permasalahan pada setiap elemen infrastruktur.

2 Perkembangan Teknologi Data Spasial

Pengertian SIG secara luas adalah sistem manual dan atau komputer yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola dan menghasilkan informasi yang mempunyai rujukan spatial atau geografis. Banyak para ahli mencoba mendefinisikan SIG secara lebih operasional, misal Burrough (1986) mengemukakan bahwa SIG adalah seperangkat alat (tools) yang bermanfaat untuk pengumpulkan, penyimpanan, pengambilan data yang dikehendaki, pengubahan dan penayangan data keruangan yang berasal dari gejala nyata di permukaan bumi. Arronof (1989) dalam bahasa yang lebih lugas mendefinikan SIG sebagai suatu “sistem” berbasis komputer yang memberikan empat kemampuan untuk menangani data bereferensi geografis, yakni pemasukan, pengelolaan atau manajemen data (penyimpanan dan pengaktifan kembali), manipulasi dan analisis, dan keluaran.

Dari berbagai definisi tersebut dapat ditarik suatu benang merah bahwa di dalam SIG tercermin adanya: (1) pemrosesan data spasial dalam bentuk digital (numeric) yang mendasarkan pada kerja komputer yang mempunyai persyaratan tertentu , disamping data lainnya yang berupa data atribut; (2) dinamisasi proses pemasukan, klasifikasi, analisis hingga keluaran (hasil); (3) menghasilkan informasi baru.

Teknologi informasi telah berkembang secara signifikan dalam mendukung berbagai sektor kehidupan manusia mulai dari dunia pendidikan, kesehatan, pemerintahan dan lain sebagaianya, pemerintah tidak bisa mengesampingkan realitas tersebut dalam usahanya untuk memberikan layanan kepada masyarakat. Perkembangan teknologi informasi yang merupakan gabungan teknologi komputer dan teknologi informasi memunculkan harapan terhadap jawaban atas berbagai masalah pemerintah dalam pelayanan publik.

Pengaruh teknologi komputer terhadap organisasi dan masyarakat terus meningkat saat teknologi baru berkembang makin luas. Pengaruh terknologi informasi terhadap aspek aktivitas organisasional ditandai dengan interaksi dan kooperasi antara manusia dengan mesin. Tidak terkecuali Pemerintah di berbagai negara telah memanfaatkan teknologi informasi untuk kepentingan peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Aplikasi komputer telah beralih dari aktivitas pemrosesan dan monitoring data menjadi analisis masalah dan aplikasi solusi. Sejalan dengan perkembangan teknologi komputer maka perkembangan teknologi, untuk keperluan data spasial demikian pesat.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa penggunaan komputer telah banyak dilakukan untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas kepemerintahan seperti perencanaan kota dan wilayah. Secara historis, penggunaan komputer untuk perencanaan ini telah diintroduksi pada beberapa kota pada awal 1960-an jauh sebelum pertama kali SIG digunakan. Kemampuan SIG pada waktu itu sangat terbatas oleh sebab kondisi hardware dan software dalam arti keterbatasan teknologi yang berkembang. Dengan cepatnya perkembangan hardware komputer dan software SIG, maka aplikasi SIG dalam perencanaan kota dan wilayah menjadi lebih canggih, yakni berkembang dari kerja pencatatan data yang sederhana menjadi kegiatan-kegiatan pembuatan keputusan yang lebih kompleks.

Sesuai fungsinya sebenarnya SIG dapat berfungsi antara lain sebagai bank data geografis, sarana bantu pembuatan keputusan, sarana pengendalian operasional dan pemantuan, serta sarana koordinasi dan integrasi. Fungsi sebagai bank data geografis, ditunjang oleh kemampuan dasarnya untuk menterpadukan dalam basis data pada aspek spasial dan deskripsi dari obyek-obyek atau fakta diatas permukaan bumi. Fungsi sebagai alat bantu pembuatan keputusan, dilakukan melalui sistem lapisan. Sementara fungsi sebagai sarana pengendalian operasional dan pemantuan dapat diaplikasikan seperti pada beberapa jaringan-jaringan listrik, instalasi pengolahan air limbah, dan sebagainya, sedangkan fungsi sebagai sarana koordinasi dan integrasi, SIG ini dapat dikembangkan dalam bentuk jaringan yang menghubungkan segenap lembaga/instansi dalam sistem yang kompatibel.

Secara ideal, pada saat ini SIG semestinya dapat dimanfaatkan untuk aplikasi-aplikasi seperti dalam pekerjaan-pekerjaan pengembangan jaringan jalan (menemukan suatu lokasi dari jalan-jalan yang ada rute dan schedule kendaraan, analisa lokasi/pemilihan site, dsb), aplikasi dalam sumber daya alam (manajemen irigasi, pertanian, kehutanan, analisa dampak lingkungan, analisa bencana,dsb), aplikasi dalam bidang/persil tanah (zoning, land acquition, manajemen kualitas air, maintenace of ownership, dsb), manajemen fasilitas-fasilitas wilayah (lokasi pipa-pipa bawah tanah, kabel, pengaturan keseimbangan beban pada jaringan listrik, dsb), serta perencanaan atau perumusan kebijakan pengembangan wilayah.

3  Kelembagaan

Perlunya kelembagaan untuk penanganan data spasial secara khusus di daerah lebih dirasakan oleh pengaruh perkembangan teknologi SIG. Sebagaimana kita ketahui bahwa secara historis, perkembangan SIG bermula berasal dari luar yakni dari negara-negara maju yang saat ini pada umumnya telah memanfaatkan dan mengembangkan teknologi tersebut. Sementara di Indonesia khususnya untuk daerah barangkali baru berkembang setelah selama antara satu-dua dekade kemudian.

Dalam hal kelembagaan, secara struktural sampai dengan sekarang belum ada lembaga yang khusus menangani data spasial ini. Mengingat pentingnya pengelolaan data spasial seperti diamantkan dalam Undang-Undang No 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial, maka sudah sepantasnya Pemerintah Daerah segera berbenah untuk menjawab tuntutan pentingnya Penyelenggaraan data spasial. Pemerintah DIY pada tahun 2002, melalui Keputusan Gubernur dibentuk PDP3D (Pusat Data Perencanaan Pembangunan Daerah). PDP3D ini tidak secara khusus menangani data spasial saja, namun diharapkan akan menjadi suatu jaringan antar instansi yang akan menangani segala macam data dan informasi yang berkaitan dengan perencanaan pembangunan, baik yang berupa data spasial maupun non spasial. Akan tetapi, sampai sekarang kelembagaan yang diinisasi melalui Keputusan Gubernur DIY tersebut tidak terdengar lagi.

BAPPEDA DIY dalam rangka menjawab tuntutan pentingnya penyelenggaraan data spasial diatas telah mencoba berbenah dengan melakukan inisisasi pengelolaan data baik yang bersifat spasial maupun non spasial dengan akan membentuk suatu lembaga dalam bentuk UPTD. Diharapkan dengan terbentuknya UPTD pengelola data, maka penyelenggaraan data spasial dapat diinisisasi pewujudannya. Idealnya lembaga yang ditunjuk menangani secara khusus data spasial adalah lembaga yang bersifat lintas sektor karena pada dasarnya sekarang ini SIG bukan lagi menjadi sektor yang mutlak milik sektor sarana prasarana karena SIG dengan perkembangannya adalah sebuah ilmu terapan yang digunakan pada semua sektor pembangunan.

4 Jaringan Kerja Pengembangan SIG di Bappeda DIY

Salah satu amanat Undang-Undang Informasi Geospasial adalah bahwa Informasi Geospasial yang sudah dibangun oleh berbagai pihak harus bisa diakses secara mudah oleh masyarakat. Dalam rangka inilah, maka BIG bersama berbagai Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah sedang membangun infrastruktur geospasial yang meliputi aspek Kelembagaan, Kebijakan, Sumber Daya Manusia, Teknologi, Standar dan Data Geospasial.

Dalam pengembangan SIG, Bappeda DIY melakukan kerjasama dengan berbagai instansi antara lain dengan Universitas Gadjah Mada, Badan Informasi Geospasial (BIG). Jaringan kerjasama tersebut dilakukan baik dalam hal pengadaan data-data SIG maupun pemanfaatannya untuk analisis untuk berbagai keperluan perencanaan pembangunan. Terakhir dengan Amanat Undang-Undang No 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial dan Perpres Nomor 85 Tahun 2007 Tentang Jaringan Data Spasial Nasional Bappeda mengembangkan Sistem Penyelenggaraan Basis Data Spasial yang terkoneksi dengan Jaringan Data Spasial Nasional (JDSN). Sistem dimaksud dapat diakses dengan domain http://gis.jogjaprov.go.id dengan nama Sistem Metadata Spasial Daerah. Terdapat empat hal yang ingin dicapai dalam pengembangan Sistem Penyelenggaraan Basis Data Spasial BAPPEDA DIY :
Satu, dengan pengembangan sistem informasi Metadata Spasial oleh Bappeda DIY sebagai salah satu simpul jaringan dalam JDSN diharapkan dapat mendukung terwujudnya integrasi data spasial beserta metadatanya. Sehingga masyarakat khususnya pengguna data spasial dapat memperoleh data sesuai standard yang diharapkan. Sebagai tool pengelolaan investasi (data) seperti melakukan monitoring kemajuan pelaksanaan pekerjaan pembangunan data spasial, mendokumentasikan data data yang ada (selesai dikerjakan), menginformasikan data data yang dimiliki untuk dapat dimanfaatkan oleh pihak lain dan melakukan estimasi rencana kerja pengumpulan data dikemudian hari.

Dua, sebagai sarana untuk menyebarluaskan kepemilikan data melalui mekanisme clearinghouse. Metadata merupakan faktor penting dalam konsep pemanfaatan data spasial bersama (data sharing);
Tiga, Memberikan penjelasan (informasi) kepada pengguna data tentang tata cara pemrosesan dan mengintepretasikannya;
Empat, Metadata juga mengandung (berisikan) istilah-istilah baku yang dipakai dalam kasanah data spasial. Dengan pembakuan istilah, kesalahan arti dalam penuturan data spasial dapat dihindari.

Jaringan kerja yang telah dibangun BAPPEDA DIY tidak serta merta membawa kemajuan karena pada kenyataannya belum dipayungi dengan peraturan sehingga pada perjalannya output yang dihasilkan mejadi parsial tidak terintegrasi dan sporadis. Satu data spasial yang dihasilkan satu intitusi belum tentu dapat dibagipakaikan karena permasalahan teknis. Kalau saja jaringan kerja dipayungi dengan satu peraturan maka metode kerja menjadi sitematis, konsisten, dan mempunyai konskuensi hukum yang jelas. Misalnya saja perencanaan sektoral harus mengacu pada perencanaan spasial sehingga antara perencanaan sektoral dan spasial tidak akan terjadi pertentangan dalam arti akan terjadi keselarasan.

Gambar di atas adalah preview dari sesuah sistem berbasiskan GIS yang dikembangkan BAPPEDA DIY sebagai perwujudan pelaksanaan amanat UU No.4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial. Sistem dengan domain http://gis.jogjaprov.go.id diharapkan menjadi tool yang dapat menjembatani gap yang terjadi antar pemangku kepentingan baik di tingkat daerah maupun nasional. Dua (2) fungsi utama yang dibangun antara lain : (1). Berbagai pakai dalam artian data spasial yang diupload dalam sistem dapat dimanfaatkan oleh siapa saja yang mengkases sistem tersebut; (2).koordinasi pemangku kepentingan, sistem tersebut diharapkan menjadi tool yang digunakan dalam koordinasi penyelenggaraan data spasial di daerah. Pemangku kepentingan dapat mengupload data spasial kedalam sistem yang pada tahap selanjutnya pemangku kepentingan dapat saling mengkoreksi data spasial tersebut berdasarkan data spasial lainnya yang dimiliki.

Dalam hal keterkoneksian dengan jaringan data spasial nasional, data spasial daerah yang terdapat dalam preview gambar 1 dapat digenerate menjadi web service. Service hasil generate sistem dapat diambil oleh sistem jaringan data spasial nasional seperti digambarkan pada Gambar 2. Pada sistem jaringan data spasial nasional service yang diambil kemudian bisa diperbandingkan dengan data spasial lainnya misalnya saja apakah batas adminsitrasinya sama atau terjadi pergeseran. Koneksi secara online inilah yang membuat koordinasi bisa dilakukan “sedikit” lebih efien dan efektif walaupun pada pelaksanaannya masih terdapat kendala “teknis”.

Efektifitas dan efisiensi itulah yang membuat kebijakan nasional menuju one map policy bukan sebuah kebijakan yang mustahil dilakukan. Karena secara teknologi hal tersebut bukan sebuah hal yang mustahil dilakukan. Tinggal diperlukan komitmen seluruh pemangku kepentingan yang diwujudkan melalui kebijakan baik yang besifat nasional maupun daerah.

Infrastruktur ini terwujud dalam jaringan informasi geospasial nasional, yaitu sebuah jaringan yang menghubungkan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah sebagai simpul jaringan, dengan Badan Informasi Geospasial sebagai penghubung simpul-simpul jaringan ini. Melalui jaringan inilah maka informasi geospasial dapat diakses dan dibagi-pakaikan kepada para pengguna.

5 Penutup

Daerah-daerah di Indonesia sendiri pada umumnya masih belum dan barangkali masih jauh dari kondisi penerapan teknologi SIG secara ideal. Sebagai contoh, dalam kasus pengembangan wilayah, selama ini kita masih dihadapkan kepada pertanyaan bagaimana mengelola data spasial dan memanfaatkan teknologi secara baik. Perbaikan semua elemen infrastruktur perlu dilakukan. Hal ini menjadi tantangan bagi kita untuk dapat lebih memberikan kontribusi yang signifikan termasuk dalam rangka pembangunan daerah.

Selanjutnya, kita sadari bahwa persoalan infrastruktur data spasial masih merupakan persoalan yang luas. Menyadari hal tersebut, maka pemikiran adanya semacam jaringan kerja atau komunikasi perlu direalisasikan dalam rangka peningkatan keandalan infrastruktur sendiri maupun peran komunitasnya. Disamping itu, diperlukan adanya keterpaduan dalam rangka penyediaan data dan informasi agar lebih efisien. Dalam kasus ini, instansi-instansi/lembaga dapat melakukan sharing dan tukar data/informasi tanpa harus menyediakannya sendiri secara keseluruhannya.

Sistem Informasi Geografis sebagai teknologi mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan pemetaan yang semula sangat sulit untuk dilakukan secara manual. Informasi baru yang diperoleh dari hasil analisis SIG sangat akurat dan dapat dilihat pola keruangannya, sehingga memudahkan proses perencanaan, pemantauan, dan evaluasi pembangunan dan dapat menjadi pedoman untuk pengambilan keputusan. Sedemikian pentingnya SIG, maka pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah semestinya memanfaatkan SIG. Dengan demikian pembangunan yang dilakukan akan sesuai dengan tujuan dan sasaran, sehingga terwujud pembangunan yang berkeadilan sosial yang berdampak terwujudnya masyarakat makmur, berkeadilan, dan solid

6 Daftar Rujukan

Arronoff, Stan.1989. Geographic Information System : a Management Perspective. Ottawa : WDL Publication.
Burrough, Peter A. 1986. Principles of Geographical Information System for Land Resources Management. Oxford : Clarendon Pres
Patton, Carl. V & Sawicki, David, S, 1986, Basic Methods of Poticy Analysis and Planning, Prentice-Hall, englewood Cliffs, New Jersey.
Zhou, Qiming, 1995, SIG Applicotions (Subject Materials), School of Geography The University of New South Wales, Australia.

Tags :
dataspasial

Iwan Sutardi Budi Santoso, ST. MT.

Jabatan Perencana Fungsional

Kompleks Kepatihan, Danurejan, Yogyakarta
(0274)589583, (0274)557418
(0274)562811
(0274)586712
http://bappeda.jogjaprov.go.id
bappeda@jogjaprov.go.id

Kontak Kami

Silahkan Kirim Tanggapan Anda Mengenai Website Ini Atau Sistem Kami Saat Ini. Tanggapan Anda Sangat Membantu Untuk Meningkatkan Pelayanan Kami Kepada Masyarakat.Apabila terdapat kendala dalam menemukan informasi yang dicari dapat mengunjungi halaman FAQ